Menyulap Telur Menjadi Kambing

KAK, 24 Januari 2010. Seorang teman dari Ngawi, Jawa Timur, mengirim pesan lewat facebook. Sedianya, Sabtu malam Minggu, ia akan berkunjung ke rumah. Sebelum ke rumahmu, aku berkunjung dahulu ke Qaryah Thayyibah. Sabtu malam Minggu sampai ke rumahmu sekalian menginap, katanya dalam pesan itu. Kami persilahkan tamu itu, Mas Sunarno, datang ke rumah. Ia ungkapkan tujuannya datang yakni ingin belajar bersama anak-anak KAK.

Malam Minggu selepas isya’, ketika kami sedang berbincang dengan dua orang teman yang kebetulan juga sedang dolan (Farid dan Hajir), dua orang berboncengan mengendarai Vario melintas di depan rumah kami. Kami belum mengetahui jika tenyata pengendara vario itu tamu kami. Saat itu hujan gerimis. Tak berapa lama kemudian pengendara vario kembali lagi berhenti di depan rumah. Kelancor ceritanya. Maklum baru sekali berkunjung.

Mas Narno datang bersama seorang perempuan berkerudung hitam, namanya Mbak Ulya. Pertemuan kami tidak canggung selayaknya orang yang tidak pernah bertatap muka. Kami seperti sudah mengenal lama satu sama lain karena selama ini memang sudah terbiasa chatting dan diskusi melalui facebook.

Kami persilakan Mbak Ulya dan Mas Narno masuk ke rumah. Ngobrol di ruang tamu. Mbak Ulya menyerahkan oleh-oleh dari Kediri: kerupuk tahu, getuk pisang, dan sambal kacang yang nyummy, telo goreng berbumbu, dan camilan dari indomaret (maturnuwun oleh-olehnya mas, mbak. Besok bawa yang lebih banyak. hehehehe)

Kita ngobrol sampai lumayan larut. Mas Narno sudah KO. Ngantuk dan capek lalu minta ijin tidur duluan. Tinggallah kami berlima ngobrol minus Mas Narno.

Mbak Ulya mengutarakan keinginannya mendirikan sekolah alam (sekolahnya tarzan kali ya?), maka kujungannya ke Qaryah Thayyibah dan ke rumah kami adalah mencari semacam referensi untuk bekal mendirikan sekolah alam kelak.

Pandangan kita tentang pendidikan di beberapa sisi memiliki kesamaan. Kami ingin memberikan alternatif lain kepada masyarakat, sebuah model pendidikan yang membebaskan.

Salah satu alasan kami mendirikan taman kreatifitas KAK adalah menumbuhkan kepercayaan diri anak-anak dalam bersikap dan mengambil keputusan. Selama ini anak-anak karena terbiasa didikte oleh sekolah formal untuk datang jam 7 harus belajar ini dan itu misalnya, anak-anak menjadi tidak memiliki kemandirian dan inisiatif.

Maka dalam pelaksanaan KAK, sebisa mungkin kami menekan keinginan mengarahkan anak. Kami hanya memfasilitasi. Jika mereka tidak ingin berangkat atau sudah jenuh melakukan kegiatan KAK, kami tidak pernah menuntut mereka untuk mengikuti sampai selesai. Mau pulang silakan, tidak juga silakan.

Kami tidak mau merebut liburan mereka. Penyelenggarakan KAK jangan sampai menambah stres setelah Senin sampai Sabtu mereka belajar di sekolah. Di sini anak-anak belajar, tetapi tidak ada bentakan, tidak ada ancaman. Yang ada hanya tawa, senyum, ceria, dan kebahagiaan.

Di KAK anak-anak membaca puisi, mendongeng, menulis, belajar bahasa Inggris dan belajar membuat ketrampilan. Nah, untuk yang terakhir ini anak-anak kelihatannya paling suka. Terbukti setiap mereka berangkat, mereka menodong kami minta diajari membuat ketrampilan. Selama ini sudah macam-macam keranjinan tangan yang kami buat, ada pigura stik es krim, membuat durian, membuat clay, dan terakhir kami menghias telur menjadi kambing.

Memang dalam pelaksanaannya, anak-anak kadang merasa jenuh jika menemui kesulitan. Seperti Minggu itu. Anak-anak kesulitan saat memilin kertas tisu untuk dijadikan bulu kambing. Alasan mereka sulit dan mengantuk. Mereka hampir menyerah dan menolak meneruskan membuat ketrampilan itu. Kami memberi semangat mereka dengan menunjukkan perumpamaan orang yang membuat pesawat.

“Kamu tahu dik? Pembuat pesawat terbang itu? Pesawat terbuat dari apa? Dari besi kan? Kok bisa terbang? Sepertinya mustahil membuat besi bisa terbang. Padahal mereka adalah manusia seperti kita juga yang dianugerahi Tuhan otak dan akal seperti kita. Mereka bisa membuat pesawat karena mereka yakin bisa membuatnya. Kalau kalian belum apa-apa sudah menyerah dan tidak berkeyakinan bisa, kalian tidak akan bisa menyelesaikan pekerjaan ini. Yakinlah, pasti pekerjaan kalian seselai dengan baik,” kata kami menyemangati. Benar saja, 4 kambing pun akhirnya jadi.

Pagi itu acara kami buka dengan menyanyi. Setelah itu kami meminta anak-anak mencatat segala sesuatu yang ia temui di kampung ini sesuai huruf abjad yang sudah kami tentukan. Misalnya saja si Ida, ia aku minta mencari benda dengan awalah huruf A yang ada di kampung ini. Anak-anak keliling kampung mengumpulkan kata-kata dengan sungguh-sungguh. Sekira tiga puluh menit anak-anak menghabiskan waktu untuk ini. Setelah mereka kembali masih menggunakan abjad yang sama sebagai awalan, kami meminta mereka mencari lima kata di dalam koran yang mereka belum tahu artinya.

Setelah mereka semua selesai. Aku meminta mereka membacakan hasil kata yang mereka temukan. Kadang kami tanyakan kata itu ia temukan dimana, “Di mana kamu melihat tebu?” kemudian mereka menerangkan dimana menemukan tebu. Kata-kata yang mereka cari dalam koran dan mereka belum tahu artinya giliran kami yang menerangkan kepada mereka.

Dengan latihan ini kami harapkan mereka dapat memahami sebuah benda dan kata secara langsung dan mendalam. Mencari kata yang tidak mereka ketahui maknanya kemudian menerangkannya memungkinkan anak memiliki kemampuan baru, fenomena baru yang terjadi di luar kampungnya. Ini juga upaya untuk merangsang mereka untuk membaca koran. Meskipun ada beberapa kata yang terkadang kami sulit menerangkannya kepada mereka. Misalnya mereka bertanya apa arti kata bulog, maka yang kami lakukan adalah menyederhanakan arti kata bulog itu atau membandingkan bulog dengan sesuatu yang ada di kampung. Hal ini kami lakukan agar anak-anak memiliki gambaran tentang kata-kata yang belum mereka ketahui artinya.baca selengkapnya

Adapula yang bertanya tentang arsitek. Maklum, rumah di kampung kami didirikan tidak ada yang meminta bantuan arsitek. Kami juga berusaha menerangkannya dengan bhasa sesederhana mungkin agar anak-aank memahaminya.

Setelah selesai menrangkan kata-kata yang mereka temukan, kami mempersilakan tamu kami, Mbak Ulya menyapa anak-anak. Mbak Ulya mengatakan kedatangannya ke kampung ini untuk melihat mereka belajar. Mbak Ulya juga mengajak anak-anak untuk suatu saat dolan ke rumahnya yang ada di Kediri.

Setelah semua selesai. Kami mendongeng tentang Nabi Ibrahim yang diuji oleh Allah SWT menyembelih putra kesayangannya Ismail, dan pada detik penyembelihan oleh Allah SWT diganti dengan kambing. Maka setiap bulan 10 Dzulhijjah untuk memperingati peristiwa tersebut terdapat ibadah qurban. Cerita tersebut sebagai pengantar kami menunjukkan kepada anak-anak bagaimana menghias telur menjadi kambing. Mbeeekkkk……*** Tri Umi Sumartyarini

berita tentang KAK yang lain : Kampung, Boneka, Durian, Masa Depan, Telur, Kambing.

0Shares
Dosen di Universitas PGRI Semarang. Penulis buku Soko Tatal dan kumpulan cerpen Di Atas Tumpukan Jerami. Penggiat di Simpul Gambang Syafaat Semarang dan Maiyah Kalijagan Demak.
Pos dibuat 134

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.