Mampukah Kita Membakar Kenangan?

Sore menjelang malam pergantian tahun aku keluar rumah mengajak anak istri makan di luar (31/12/2017). Setalah itu aku antar mereka ke rumah Bu De, mereka berencana tidur di sana. Terlihat polisi telah bersiap-siap meakukan pengamanan malam pergantian tahun. Tempat-tempat strategis dijaga, juga dilakukan rekayasa lalulintas.

Aku? Rencananya aku di rumah saja dan tidur nyenyak. Menurutku tahun baru bukan sebagai hari yang special. Maka aku tidak merencanankan apa-apa. Aku adalah tepe manusia yang takut keramaian.

Tetapi rencana itu batal setelah sebuah pesan masuk di Hpku. Ipnu mengabarkan akan datang berkunjung, kabar berlanjut, Wahid datang juga mambawa ikan tongkol. Aku cek ke belakang rumah, alat dan persedian arang cukup untuk acara bakar-bakaran malam ini.

Acara bakar-bakaran malam itu terjadi juga, hingga azan subuh berkumandang. Aku dan teman-teman biasa berkumpul hingga larut, yang membedakan adalah malam ini kita bakar-bakar ikan.

Akhir-akhir ini malam tahun baru identik dengan bakar-bakar. Sebagian orang memilih pergi ke pusat-pusat keramaian seperti taman kota melihat kembang api, tetapi sebagian yang lain memilih berkumpul dengan keluarga di rumah atau di penginapan menyalakan arang dan memanggang ikan. Yang dibakar macam-macam mulai jagung, ikan, hinga sosis.

Kadang-kadang makannya tidak begitu penting, jika hanya makan kita bisa pesan di warung. Proses membakar mulai dari menyalakan arang, mencuci ikan yang dilakukan secara bersama-sama menarasikan sebuah keluarga yang guyup rukun. Di sela acara bakar-bakar itu ada sanda gurau, obrolan ringan, rencana-rencana, saling ejek yang mengakrapkan.

Aku tidak paham antara tahun baru dan acara bakar-bakar. Mungkinkah ada kaitannya dengan keinginan membakar kenangan buruk? Entahlah. Kenangan itu semacam pengalaman, kata Mas Sabrang; pengalaman adalah guru terbaik sekaligus yang paling kejam. Memberikan ujian dulu, pelajaran dan hikmahnya kemudian.

Mengingat kenangan seburuk apapun akan bermakna jika kita jadikan sebagai pelajaran dan peta bagi langkah selanjutnya. Acara bakar-bakar ikan itu terbukti ampuh sebagai sarana mengakrapkan. Saya Muhajir Arrosyid, salam ngawur. Selamat tahun Baru.

0Shares
Dosen di Universitas PGRI Semarang. Penulis buku Soko Tatal dan kumpulan cerpen Di Atas Tumpukan Jerami. Penggiat di Simpul Gambang Syafaat Semarang dan Maiyah Kalijagan Demak.
Pos dibuat 134

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.