TANGAN YANG MENANAM PENUH KEBERKAHAN

Sore itu Sam memutuskan pualng ke Demak. Ia naik angkot. Sam ingin mendengar suara di angkot tentang yang diperdebatkan oleh publik akhir-akhir ini-tentang politik, tentang pemilihan presiden. Sam ingin mendengar suara lain, suara yang gaduh di media sosial. Dari kos ke terminal Terboyo, Sam diantar oleh ojek online. Belum sore benar, orang-orang belum saatnya pulang kerja. Tapi Terboyo sudah macet. Ada peninggian jalan untuk mengantisipasi rop.

Sam sebagaimana biasanya, mengenakan pakian yang dipakai juga untuk tidur siang. Kaos oblong warna hitam dan sarung. Rambut gondrong yang ikal tanpa disisir. Ransel berisi buku berjudul “Jejak Pangan sejarah, silang budaya, dan masa depan” dan laptop. “Pakai baju yang rapi sedikit apa tidak bisa?” ia pernah diingatkan oleh Bapaknya.

Sam menjawab, “Banyak yang rapi, pakai dasi tetapi korupsi. Baju hanya untuk menutupi perilaku yang busuk.” Setelah itu Bapaknya membiarkan saja. Sam naik sebuah bus berpintu satu, duduk di belakakng sopir. Di bus itu terdapat layar TV, dari sana Nella Kharisma menyanyi “Banyu Langit”, penumpang di sampingnya melihat goyangan Nella sambil manggut-manggut. Ada juga yang melihatnya tanpa berkedip, mulutnya membentuk huruf O.

Sam melihat rumah-rumah di pinggir jalan yang semakin tenggelam. Jalan memang tidak terendam rop, tetapi rumah penduduk tenggelam beton. Sam juga melihat got-got, tempat seharusnya air berjalan, mampet. Kemacetan terjadi di banyak tempat, banyak sebabnya. Karena volume kendaraan yang meningkat, pulang pabrik, keluar masuk mobil berat dari kawasan industri, dan lain-lain.

Di bus itu ternyata orang-orang tidak ada yang membicarakan pilpres, orang-orang malah membicarakan kehiduapan mereka sendiri-sendiri, kampung mereka merayakan hari kemerdekaan. Di sela deru mesin bermotor dan kemacetan Sam mendengar dialog dari dua orang yang duduk di bangku. “Mengapa tidak dibangun saja jalur kereta api yang sekali jalan mengangkut ratusan orang, yang nyaman, aman, dan murah sehingga tidak macet begini. Mengapa yang dilebarkan melulu jalan raya?”

“Ini proyek besar Mas, kendaraan bermotor itu menyangkut perdangangan. Ada produsen, ada bengkel, ada oli, ada sekolah otomotif, ada pajak dari kendaraan bermotor yang mengalir setiap hari. Itulah menurut saya transportasi publik tidak serius dibangun. Ekonomi bisa goncang. “ jawab orang di sebelahnya.

Ada pembicaraan yang membuat Sam perpancing, beginilah bus, dari angkutan umum terkadang mendapat ilmu yang tidak terduga, sudut pandang yang berbeda. Sam mengingat Rasulullah ketika membangun Madinah selama sepuluh tahun. Pertama-tama yang dibangun oleh Nabi adalah Masjid, rumah Nabi menempel pada masjid tersebut. Setelah masjid Nabi membangun jalan yang menghubungkan antara masjid dengan bukit sal’a di sebelah barat. Setelah itu Nabi membangun pemakaman. Nabi mengajak pengikutnya unutk membangun jalan yang menghubungkan antara masjid dengan pemakaman. Terbangunlah jalan membujur dari timur ke barat. Nabi sangat memperhatikan tata kota.

Lama tersendat di Semarang akhirnya Sam masuk juga ke Demak, sebuah kabupaten yang dulunya adalah sebuah kerajaan Islam. Ada tulisan besar, Demak kota wali. Ada banyak peninggalan di sini salah satunya adalah Masjid Agung Demak, di belakang masjid, raja-raja dan kerabatnya dimakamkan. Di kanan kiri Sam melihat sawah dan tambak. Dua hal ini adalah pangan. Tambak menyediakan protein, sedangkan sawah menyediakan karbohidrat.

Sam kemudian berpikir tentang Demak. Islam berkembang di sini, dengan tradisi-tradisi keislaman yang berbeda dengan Arab, tempat Islam turun pertama kali. Selanjutnya menjadi titik perdebatan, antara Islam Nusantara dan Islam murni. Islam adalah agama sedangkan Nusantara menunjuk tempat. Ada kekhasan yang tidak bisa dihindarkan dengan berbagai alasan. Kapan-kapan Sam ingin mendiskusikan ini dengan Tsani.

Sam berpikir, Demak berdiri sebagaimana Madinah. Di sini terdiri atas orang-orang pendatang sebagaimana kaum muhajirin dan orang-orang asal sebagaimana Anshor. Para pendatang itu berasal dari Majapahit pada akhir kejayaannya, sedangkan kaum Anshor adalah para penduduk asal. Tanah ini dipilih menjadi tempat hijrah karena ketersediaan pangan. Ada beras dan ikan yang melimpah. Sebuah negara menjadi kuat karena ketersediaan pangan. Kebetulan Sam sedang membaca buku “Jejak Pangan,” dalam buku tersebut disampaikan bahwa alangkah pentingnya pangan, sebuah perjalanan ekpedisi tanpa pangan yang cukup maka akan gagal perjalanan.

Strategi dakwah Rasulullah salah satunya juga menata pangan dan sumber air. Sebanyak apapun pasukan tanpa ketersediaan air yang cukup akan binasa sebelum angkat senjata. Demak menyediakan pangan itu, pikir Sam.  

Ketika Nabi mengembangkan Madinah untuk menjadi kota yang kuat dan diperhitungkan, hal pertama yang dipikirkan salah satunya adalah pangan. Nabi berhak atas tanah yang tidak dipakai di Madinah, atas tanah itu Nabi membagikannya pada para sahabat dan juga pendatang untuk ditempati dan digarap. Penduduk yang tadinya berpencar maka terhubung. Dengan cara begitu ketersediaan pangan Madinah menjadi tercukupi dan tidak bergantung atas daerah lain.  

Nabi juga sangat menghargai orang-orang yang menanam.  Beliau selalu mendorong para sahabatnya untuk menanam gandum, kurma, dan buah buahan. Kepada yang menanam, beliau berkata “Siapa yang menanam kurma di dunia maka ia akan memperoleh taman di surga.” Ketersambungan antara dunia dan akhirat dihubungkan dengan menanam. Menanam termasuk amal Zariah karena manfaatnya sampai jauh setelah orang yang menanam itu meninggal dunia. Lebih dari itu, pangan adalah kekuatan. Pangan menjadikan Madinah mandiri dan tidak didekte oelh negara lain. Dengan pangan yang kuat, Madinah tidak akan kalah dalam perang dagang. Pangan yang kuat disertai militer yang kuat maka daerah di sekeliling Madinah akan segan, daerah-daerah lain juga akan bergantung pada Madinah. Ini benar-benar terjadi sehingga akhirnya Makah bertekuk lutut.

Nabi sangat memuliakan orang yang menanam. Suatu ketika ada sahabat yang menanam kurma, dan beliau berkata: tangan itu sungguh berberkah.

35Shares
Dosen di Universitas PGRI Semarang. Penulis buku Soko Tatal dan kumpulan cerpen Di Atas Tumpukan Jerami. Penggiat di Simpul Gambang Syafaat Semarang dan Maiyah Kalijagan Demak.
Pos dibuat 134

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.