Dimanakah rakyat di Sabhaparwa?

Usai begadang semalan bersama Yusuf di tepi laut, Sam bangun kesiangan. Matanya terbuka saat matahari sudah menyala menerobos jendela. Sam keluar kamar untuk cuci muka. Sudah ada sarapan di meja makan, sambal dan udang goreng.

Sam berjalan meninggalkan rumah ke tepi sungai. Ia duduk di atas perahu yang berjajar di tepi sungai. Dengan HP nya ia mengambil gambar seperlunya. Ikan-ikan kempruyuk di bawah perahu. Perahu-perahu bermesin hilir mudik di depannya. “Pulang Sam? Mampirlah ke rumah” sapa Kang Apat.

“Iya Kang, pulang kemarin. Nanti sore aku mampir.” Jawab Sam singkat. Dari lautlah kampungnya hidup, ada yang mengambil ikan di laut, ada pula yang mengelola tambak, ada yang menjadi petani garam. Sam masih berpikir tentang yang ia obrolkan bersama Yusuf tadi malam. Sabhaparwa. Dimanakah posisi Kang Apat, Lik Joko, Pakde Yanto, Kang Labebi, dalam kancah politik kekuasaan semacam Sabhaparwa?

Mereka menjadi subjek atau objek, atau jangan-jangan korban yang pertaruhkan dalam meja judi? Benarkah mereka baik dalam kubu Kurawa maupun kubu Pandawa itu, rakyat menjadi alasan sebuah pertempuran? Sam berpikir, mengetahui posisi ini sangat penting karena ia hidup di tengah-tengah rakyat.

Sabhaparwa adalah pertarungan para elit yang sama sekali tidak melibatkan rakyat. Kurawa berjuang dengan segala cara, kelicikan dan kekuatan militer, intrik hanyalah untuk memenuhi nafsu ingin memiliki, menikmati istana yang nyaman, singgasana yang indah, kehormatan.

Tidak muncul diksi rakyat, jika rakyat diwakili oleh prajurit, ia hanya menjadi alat, perangkat tempur yang akan binasa paling awal dalam pertempuran. Dan prajurit pun dipertaruhkan. Dan rakyat yang tidak dipentingkan itu sering rebut sendiri di bawah, menjadi kubu-kubu yang saling sindir, nyinyir, berdebat di atas perahu hingga saling bacok. “Kampret saja kok dipilih, bisa apa dia. Tidak punya pengalaman memimpin dia.” Seru Wak Peno dari atas perahu.

“Ngomong apa kamu kecebong? Mendukung itu mbok pakai otak, dukung yang sudah terbukti.” Jawab Pak De Giman dari atas perahu. Perdebatan itu terjadi di mana-mana, bukan hanya antara Wak Peno dengan De Giman, tapi oleh banyak orang di mana saja, di tambak, di pasar, di ruang guru, hingga di rumah. Antara Bapak dan anak bisa uring-uringan gara-gara nonton TV bareng dan beda dukungan. Bahkan di masjid saat khotbah, khotib menyulut perdebatan. Sekelompok orang pergi dari masjid karena kotbah tidak cocok dengan yang ia dukung.

Sam melihat air bergelombang menghantam perahu. Air yang keruh itu terombang-ambing. Antara Pandawa dan Kurawa yang bertarung itu, salah satu ada yang menang dan yang lain kalah. Benarkah rakyat ikut dalam kemenangan itu? Kemenangan semacam apakah bagi rakyat?

Rakyat itu menang jika pemimpinnya menjaga bakul yang berisi pangan untuk rakyatnya. Rakyat menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Pemimpin adalah pelayan untuk rakyatnya. Pemimpin bukan raja yang seperti Ndoro, minta dihormati. Bukan pemimpin yang sok memberi bantuan padahal memang penyaluran uang negara yang seharusnya diterima rakyat.

“Maju itu bukan sekedar fasilitas bagus, mentereng, tetapi rakyat tidak mampu menikmati, yang menikmati orang lain yang mampu bayar. Rakyat hanya menjadi jongos.” Kata Septi pada suatu ketika.

“Rakyat harusnya kian pandai, tidak terombang-ambing antara Pandawa dengan Kurawa. Ia harus memikirkan posisinya sendiri dalam kancah pertarungan itu. Juga jangan mau dipecah belah dengan cara apapun. Tidak dipecah belah menggunakan sentiment agama, kedaerahan. Bagi mereka itu hanya alat, hanya topeng, aslinya tujuannya ya kekuasaan saja itu. Setelah kekuasaan diraih biasanya juga ditinggalkan begitu saja.” lanjut Septi.

“Kamu apatis sekali? Mengajak golput? Tidak ada pemimpin yang bagus?” Sam bertanya kepada Septi. Di sebuah obrolan di sebuah kafe di kota lama pada siang yang terik.

“Bukan apatis, rakyat yang cerdas dan tahu posisinya tidak mudah dimanfaatkan, tidak mudah dijadikan taruhan pemimpin jadi-jadian. Rakyat yang cerdas mampu melihat rupa di balik topeng. Rakyat yang cerdas tidak mati sia-sia untuk pemimpin yang pasti melupakannya. Rakyat yang cerdas akan berkumpul berembuk memikirkan posisinya.” Sambung Septi.

“Tapi semua calon pemimpin berkata berpihak pada rakyat.” Sanggah Sam.

“Itu tipu daya Sengkuni, licik dan pandai merayu. Kita harus terus berlatih biar tidak bernasip seperti Yudistira.”

Sam bangkit menghidupkan mesin perahunya. Perahu bergerak menuju tambak. Ia belum paham betul dengan apa yang diucapkan oleh Septi. Intinya adalah rakyat harus diutamakan dalam kemelaratan maupun kemajuan. Rakyat adalh subjek diselenggarakannya negara. Jika negara maju, fasilitas ok, rakyat harus jadi tuan bukan jongos. Jangan seperti dalam Sabhaparwa, pertarungan para elit, rakyat hanya jadi taruhan.

Sambil memeriksa tambaknya, Sam terus berpikir. Lalu bagaimana dengan kepemimpinan dalam Islam? Sayu-sayu Sam mendengar lagu, “Cah angon-cah angon penekno belmbing kuwi.” Cah angon, pempimpin adalah Cah Angon, membimbing mengarahkan kemana rakyat harus melangkah. Pemimpin umat manusia hanyalah Tuhannya. Ia yang menjadi sebab dan tujuan seluruh rakyat menuju. Rakyat dalam posisi apapun. Dan Rasulallah adalah contoh, beliau adalah syahid, dihadirkan di dunia sebagai model, akhlaknya adalah akhlak Alquran. Pemimpin yang perlu diikuti adalah jelas bukan seperti Duryodono yang menempatkan dunia sebagai tujuan akhir, karena tujuan akhir adalah akhirat. Dunia hanyalah tempat unutk menempa diri, dunia yang menempel berupa jabatan, harta hanyalah kendaraan untuk menuju ke Allah. “Apapun yang menyapapu, baik kesediahan mapupun kegembiraan yang mengembalikanmu kepada Allah, itu adalah rizki dan keberkahan.” ucapan Ibu Sam sebelum meninggal dulu terngiang lagi di telinganya.

 

 

 

11Shares
Dosen di Universitas PGRI Semarang. Penulis buku Soko Tatal dan kumpulan cerpen Di Atas Tumpukan Jerami. Penggiat di Simpul Gambang Syafaat Semarang dan Maiyah Kalijagan Demak.
Pos dibuat 134

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.