MIZAN DAN KAMAR KOTORNYA

Minggu pagi, sekolah libur. Mizan bangun siang. Selesai salat subuh Mizan tidur lagi. “Mizan, selesai salat subuh jangan tidur lagi ya. Ayo bekerja.” Suruh Ibu, tetapi Mizan tetap tidur lagi. Mumpung libur, ia bebas hari ini. Ia akan tidur sesukanya.

Mizan kelas lima SD, ia anak kedua. Kakaknya sudah SMP dan tinggal di pondok pesantren. Bapaknya Mizan adalah seorang guru dan ibunya seorang penjahit. Keluarga Mizan adalah keluarga yang taat beragama. Mereka selalu menunaikan salat berjamaah di masjid. Sehabis magrib tidak ada kegiatan lain kecuali membaca Alquran.

Tapi pagi itu Mizan tidak seperti biasanya. Biasanya sehabis salat subuh ia olahraga lari pagi bersama teman-temannya. Hari ini dia mengantuk berat dan terpaksa tidur agak lama. Sehabis salat subuh berjamaah, ia tidur lagi dan pukul tujuh belum bangun. Tadi malam bersama teman-temannya, Mizan bermain sampai larut malam. Akibatnya Mizan susah bangun pada pagi harinya.

Pukul tujuh lebih sepuluh menit Mizan terbangun, perutnya tersa lapar. Ia segera menuju meja makan. Ia meninggalkan kamarnya yang masih berantakan. Ia santap sayur bayam dan ayam goreng yang telah disiapkan oleh ibunya. Usai makan ia ingin mandi dan membersihkan kamar. Belum sampai melangkah menuju kamar mandi terdengar teman-temannya memanggil, “Zan, Mizan, main yuh.” Terbayang di benak Mizan keasyikan bermain dengan teman-temannya. Main bola, ya permainan kesukaannya. Ia ingin menggiring bola dan mencetak gol sebanyak-banyaknya.

“Ya sebentar, Mizan segera ganti kaos dan lari keluar. Ia meninggalkan kamarnya yang masih berantakan. Sarungnya yang masih berserak, sprei yang terkoyak, jendela belum dibuka, lantai belum disapu. Ibu dan Bapaknya di kebun, jadi Mizan tidak pamit. Biasanya Mizan juga ikut ke kebun jika hari libur, tetapi kali ini Bapak dan Ibunya mebiarkan Mizan tidur karena terlihat lelah sekali.

Mizan bermain dengan teman-temannya sampai siang. Di lapangan Mizan berlarian menggiring bola. Ia beberapa kali gagal mencetak gol. Bek lawan lebih besar darinya membuat susah sekali dilewati. Akhirnya Mizan bisa mencetak gol juga. Pertandingan di lapangan kampung itu tidak ada batas waktu, bisa lebih lama dari pertandingan sepak bola yang sebenarnya. Ketika masih kuat maka pertandingan itu masih dilanjutkan. Pertandingan berlangsung hingga siang menjelang waktu salat dhuhur.

Mizan pulang karena sudah saatnya salat, lagi pula perutnya juga sudah lapar. Ketika masuk rumah orangtuanya sudah berada di rumah. Ngobrol di halaman belakang. Ia masuk kamarnya yang masih kotor. Ia istirahat karena lelah berjam-jam bermain bola. Mulanya Mizan ingin mandi dan salat, tapi kantuk menyerang. Mizan tertidur di kamarnya yang tidak teratur.

Semut mendekat menggigit telinga Mizan, ia garuk-garuk. Semut yang lain mengigit kaki Mizan, Mizan garuk-garuk. Dalam tidur itu Mizan bermimpi, ia berlari di tempat pembungan sampah, ia dikejar-kejar monster yang mengerikan. Monster itu bertanduk, berbulu lebat, taringnya panjang. Mizan berteriak-teriak. “Tolong, tolong, ampun-ampun.”

Orangtua Mizan mendengar, Mizan dibangunkan. “Bangun Mizan, ini tanganmu berdarah pasti digigit tikus. Kamu mimpi buruk ya? Sana salat dan mandi dulu.”

 

Mizan segera mandi. Setelah mandi dan salat dhuhur Mizan menemui Bapak dan Ibunya di halaman belakang. Ia cium tangan Bapak Ibunya kemudian duduk di samping Ibunya.

“Ibuk, maafkan Mizan ya?” kata Mizan sambil mukanya menunduk.

“Mizan, tidak salah bermain asalkan jangan melupakan hal-hal yang lebih penting.” Seru Bapaknya.

“Kamukan tahu Mizan, kebersihan itu adalah sebagian dari iman. Kamu rasakan akibatnya, saat tidur di kamar kotor kamu digigit semut dan tikus. Kamu juga mimpi busuk. ” Tutur Ibunya.

Ibunya melanjutkan. “Mengapa kebersihan sebagian dari iman? Karena Nabi kita sangat menyukai kebersihan. Jika kita bersih, kita menghormati beliau. Ada satu cerita, suatu kali saat Rasulullah lewat di tempat Ahlussufah beliau melihat sampah berserakan, segera ia memanggil Abu Dzar dan meminta diambilkan sapu. Menyapulah Rasulallah. Segera Abu Dzar merebut sapu tersebut. Abu Dzar merasa bersalah karena tidak membersihkan tempat tersebut. Alangkah sia-sianya hidup kami jika membiarkan Rasul menyapu tempat ini sendiri. Rasulullah berkata kepada Abu Dzar: Beginilah cara hidup Muslim yang sejati.”

“Maafkan aku Ibu, Bapak. Mizan tidak akan mengulangi. Mizan tidak akan lagi meninggalkan kamar dalam keadaan kotor.”

“Karena apa Mizan?”

“Karena Allah mencintai yang bersih dan Nabi Muhammad mencontohkannya.”

(MUHAJIR ARROSYID)

8Shares
Dosen di Universitas PGRI Semarang. Penulis buku Soko Tatal dan kumpulan cerpen Di Atas Tumpukan Jerami. Penggiat di Simpul Gambang Syafaat Semarang dan Maiyah Kalijagan Demak.
Pos dibuat 134

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.