Dulu waktu kecil kakak saya pernah punya gitar. Ia penyuka lagu-lagu Iwan Fals. Ia belajar gitar jrang-jreng tidak jelas. Atas itu Bapak marah. Bukan mengharamkan musik, tapi suara belajar gitar itu mengganggu. Entah atas alasan apa gitar itu menyingkir dari rumah kami. Akhirnya kami sekeluarga tidak ada yang mampu menguasai musik, Masku akhirnya belajar dan menguasai rebana.
Sekarang ini aku jadi ngiler kalau melihat orang berman gitar. Tapi aku sudah mengangkat bendera putih, menyerah. Sudah terlalu tua bagiku untuk belajar gitar. Pernah berusaha menguasai beberapa kunci, tapi oh ternyata susah. Apa jari-jariku kurang panjang? Tanyaku kepada istri. Ia menjawab, “Bukan, jika nanti kamu latihan terus maka jarimu akan menjangkau. ” katanya.
Sekarang di rumah kami ada satu gitar kecil merek Yamaha. Gitar itu permintaan Bening. Aku membayangkan dia nanti menyanyikan lagu dihadapanku. Lagu untuk Bapak. Istriku, di waktu selanya belajar main gitar. Beberapa lagu telah ia kuasai. Cita-citanya sederhana, ingin menyanyi di depan murid-murid paudnya diiringi gitar.
Getir sekali jika mendengar ucapan Bening saat melihat Bapaknya mencoba membunyikan gitar. “Bapak itu jrang-jreng tidak jelas nyanyi apa.” Aduh sakit.
Satu alasan saya seandainya saya belajar main gitar adalah karena saya ingin menyanyikan lagu berjudul “Takdir” yang dipopulerkan oleh Evie Tamala. Pasti kamu tidak akrab dengan lagu itu. Bukalah youtube, dengarkan lah lagu itu, pasti asyik. Dulu saya sering mendengar lagu itu dilantunkan sambil gitaran oleh Kang Arif Rubai. Saat menyanyikan sangat menghayati, mukanya, matanya merem-merem asyik.
“…..Malam ini kau tak sendiri/Ku ada disini menemanimu/Meleburkan beban duka cita/
Meleburkan rasa beban derita/…”
Hanya itulah alasan saya belajar main gitar.
