Penetapan Sunan Kalijaga ke dewan Walisongo

Usai bertemu dengan Maulana Magribi maka Syaikh Malaya masuk ke hutan. Masih terngiang dalam telinganya tentang apa yang disampaikan oleh Maulana Magribi. Maulana Magaribi tidak mau menjadi guru Sunan Kalijaga. “Hanya saja jika gurumu yang pertama  memberi izin, aku baru bersedia. Orang yang setia kepada guru maka amalannya akan diterima oleh Hyang Widi. Tinggalah di Kalijaga, bertapalah di sana, dan mintalah bantuan kepada gurumu.

Penggalan cerita di atas mengajarkan kepada kita bahwa kita harus hormat kepada guru. Kita tidak asal saja berpindah guru tanpa izin guru yang pertama. Pada episode ini tampaknya Raden Sahid resah dalam menempuh perjalanan menuju satmita (makrifat sejati). Setelah itu Maulana Magribi pergi. Syaikh Malaya juga pergi.

Syaikh Malaya masuk ke hutan, ia jongkok di sebuah jembatan (wot) yang terbuat dari satu batang bambu yang menyilang di sebuah sungai kecil. Ia berdiam diri di situ tanpa makan dan minum dan tidak tidur. Setelah seratus hari, wot dari bambu yang tadinya kering dan sudah mati tiba-tiba hidup lagi keluar akar dan daunnya. Terceritakan, ternyata Sunan Bonang telah mengetahui laku tapa brata yang dilakukan oleh Syaih Malaya. Datanglah Sunan Bonang ke tempat pertapaan Syah Malaya. Berucaplah salam Sunan Bonang kepada Syaikh Malaya.

“Assalamualaikum. Telah dizinkan oleh Gusti kamu mendirikan padukuhan di Kalijaga. Disusulkanlah istri Sunan Kalijaga di tempat itu. Syaikh Malaya dan Sunan Bonang mendirikan padukuhan Kalijaga. Diceritakan bahwa Sunan Bonang turut serta membabat hutan dan membersihkan rumput-rumput. Setelah tempat itu terlihat layak, maka Sunan Bonang mengajak Syaikh Malaya ke Giri Pura.

Syaikh Malaya diajak oleh Sunan Bonang ke Giri pura. Ternyata disana telah berkumpul lengkap delapan wali termasuk Sunan Giri, sang Tuan Rumah. Sunan Bonang memperkenalkan Syaikh Malaya. Diumumkanlah di forum itu bahwa Syaikh Malaya adalah wali ke Sembilan. Menggenapi delapan wali yang telah ada sebelumnya. Ia adalah wali penutup di tanah Jawa. Pada penutup pertemuan itu, Sunan Bonang menyeru, “Segera Wejangkan lah (ajarkanlah.” Mewejang maksudnya adalah menyampaikan pelajaran kepada masyarakat tentang ilmu tauhid.

Beberapa catatan. 1) Dalam teks Ranji Walisongo ini disebutkan bahwa Sunan Kalijaga adalah wali penutup, padahal dalam catatan sejarah ada wali lain yang usianya lebih muda. Sunan Muria bahkan diceritakan putra Sunan Kalijaga. Kemungkinan kasunanan ini merupakan majlis yang anggotanya berganti sesuai periodenya.  2) Di teks ini juga diceritakan bagaimana Sunan Bonang memanggil Sunan Giri dengan sebutan anak atau putra. Padahal dalam penulisan sejarah, Sunan Giri adalah saudara ipar. Sunan Bonang adalah anak dari Sunan Ampel dari perkawinannya dengan Nyai Ageng Manila, sedangkan Sunan Giri adalah menantu Sunan Ampel dari perkawinannya dengan Mas Karimah. Dengan pernikhannya dengan Mas Karimah, Sunan Ampel mendapat dua anak perempuan; Mas Mustosimah dinikahi Raden Fatah, dan Mas Mutosiyah dinikahi Raden Paku atau Sunan Giri.

Versi vedio ada di channel youtube muhajir arrosyid

0Shares
Dosen di Universitas PGRI Semarang. Penulis buku Soko Tatal dan kumpulan cerpen Di Atas Tumpukan Jerami. Penggiat di Simpul Gambang Syafaat Semarang dan Maiyah Kalijagan Demak.
Pos dibuat 134

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.