Bilal, Khubab, Ammar bin Yasir, engkau adalah saksi atas peristiwa-peristiwa yang mendera Rosulullah sebelum peristiwa isra miraj itu datang. Sejak tahun pertama kerosullan, dakwah secara tertutup di Darul Arqom hingga tahun kelima, dan konfrontasi secara terbuka mulai tahun kelima hingga tahun ke sepuluh setelah risalah itu disampaikan.
Bilal, Khubab, Ammar bin Yasir, orang-orang Quraisy itu marah dan tidak terima bukan hanya masalah syariah. Mereka marah karena posisi mereka sebagai pemegang kunci-kunci kekuasaan terusik. Mereka heran, mengapa Muhammad seseorang yang dari keturnan yang mulia mendudukkanmu yang hina dina, budak tidak berharga itu duduk sejajar melingkar dengan Abu Bakar Al-Shiddiq, Umar, Ustman, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Hartisah.
Bagaimana bibir Abu Jahal saat mengatakan: “Kenabian hanyalah tipu daya Bani Hasyim-Abdul Mutalib untuk mengembalikan kepemimpinan leluhur mereka.”
Bilal, tentu kau mendengar satu demi satu orang-orang menyatakan keislamannya. Hati mereka tersapa oleh iman; tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusanNya. Masuk di tahun ketiga Usman bin Madzun, Mashab bin Umair, Usman bin Affan, menyatakan diri masuk Islam. Orang terpandang yang juga penting kedudukannya bergabung pada tahun berikutnya. Ia adalah Hamzah bin Abdul Mutholib, paman Nabi.
Aku tidak bisa membayangkan girangnya wajahmu ketika di tahun kelima seorang yang sangar, yang mendengar namanya saja orang akan mengingat pedang datang kepada Nabi dan mengucap dua syahadat. Ia adalah Umar bin Khathab. Tentu saja kau tersenyum jika mengingatnya. Waktu itu Fatimah adik Umar beserta suaminya talah terlebih dahulu masuk Islam. Mendengar itu Umar marah, ia berjalan tegap ke rumah adiknya. Apakah kau beserta Khubab waktu itu tidak gemetar Bilal? Membayangkan darah Fatimah akan mengalir oleh pedang kakaknya sendiri?
Untung saja. Telinga Umar bersih. Melalui telinga itu masuklah surah Thaha yang dilantunkan oleh Khubab bin Irth masuk ke hati Umar. Umar dijalari perasaan yang aneh. Ia bergegas ke Nabi yang tentu saja membuat para sahabat waspada. Dan Umar menyatakan Islam.
Mungkin kau menyaksikan Bilal, saat Utbah bin Robiah dan Al Walid ibn Al Mughirah datang ke paman Nabi, Abu Thalib. Setelah benturan-benturan fisik memakan korban kedua belah pihak. Cara-cara kekerasan itu tak mampu mengehentikan dakwahmu mengabarkan risalah dari pintu ke pintu, menemui setiap kabilah yang datang. Mereka mencoba menumpuh jalan lain, menemui paman Rosululah, kepala suku keluarga Muhmmad, ia yang menjadi pelindung kemenakan terkasihnya itu. Mereka datang agar Abu Thalib membatasi gerak Nabimu. Sampai empat kali mereka datang ke bapaknya Ali, dan Umi Hani itu. Rosulullah tidak bergeming. “Demi Allah, wahai pamanku! Sekalipun mereka meletakkan matahari di samping kananku dan bulan di samping kiriku, tetepi tidak akan aku tinggalkan tugas ini sampai aku berhasil atau hancur di dalam memperjuangkannya.”
Selanjutnya Bilal. Khubab, Ammar, Abdullah bin Mas’ud, Amir bin Fuhaira, engkaulah yang terkena derita. Karena engkau dan seluruh pengikut Muhammad yang berstatus lemah itu lah yang menjadi sasaran penindasan. Tapi kau tetap tuguh dalam keimanan. Nabi menawarkan hijrah ke Habsyah demi keselematanmu dan demi ketenangan dalam beribadah.
Kau bisa ceritakan kepada kami seperti apakah Mutham bin Jubair, seseorang yang membantu Nabi dua kali. Ia yang membatalkan pemboikotan terhadap Bani Hasyim dan Abdul Muthalib, sehingga pangan tidak bisa masuk. Kedua, saat Nabi tidak mendapatkan oleh kepala sukunya yang pada waktu itu dipegang oleh Abu Lahab.