Ke masjid demi takjil

Ketika kita bersujud, kepala yang biasa kita andalkan bersentuh dengan lantai tunduk-pasrah. Masjid mengutip Nisyaburi (2005) mengingatkan ketundukan, kerendahan diri, peribadatan, dan penghambaan kepada Allah, SWT. Malaikat dan tanah masjid senantiasa mengucapkan salam pada orang yang rutin hadir di masjid, serta memohonkan ampunan kepada Allah untuknya.

Namun, saat perjalanan aku sering memanfaatkan masjid tidak pada mestinya. “Jika ada masjid menepi dulu ya?” rupanya bukan untuk salat dan beribadat, melainkan untuk buang air kecil. Terhadap hal ini semoga Allah mengampuni.

Waktu aku belum menikah dulu, aku pernah tinggal di sekitaran Masjid Agung Jawa Tengah ini. Aku punya pengalaman saat bulan puasa. Teman-temanku yang waktu itu masih mahasiswa hilang dari kontrakan saat menjelang waktu buka puasa. Rupanya mereka mandi di kamar mandi MAJT sekaligus berbuka puasa dari takjil nasi kotak yang disediakan oleh takmir atau dermawan. Lumayan irit. Orang yang melakukan ini tidak perlu aku sebut, karena nanti akan membuatnya malu. Hanya modal uang receh karena pada waktu itu masuk masjid masih seikhlasnya, sekarang infaq ditentukan 3 ribu.

Aku kira tidak ada yang salah dengan datang berniat mengambil takjil itu. Bukankah disediakan untuk diambil? Keberkahan bagi yang memberikan dan mengambil. Karena masjid selain sebagai tempat berserah juga tempat menjalin hubungan sosial. Kita semua orang mukmin pasti punya pengalaman masing-masing tentang Masjid.

 

0Shares
Dosen di Universitas PGRI Semarang. Penulis buku Soko Tatal dan kumpulan cerpen Di Atas Tumpukan Jerami. Penggiat di Simpul Gambang Syafaat Semarang dan Maiyah Kalijagan Demak.
Pos dibuat 134

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.