Mendongeng itu asyik

Mendongeng. Aku suka sekali mendengarkan dongeng. Sedari kecil Bapakku senang mendongeng. Di dalam dongeng aku mendapatkan kegembiraan, lelucon, dan juga ilmu. Tokoh-tokoh Walisongo, para Nabi seperti hadir di depan mataku saat aku melihat Bapak mendongeng. Setelah aku tumbuh dewasa aku melupakan dongeng. Pada diriku, dongeng berubah menjadi cerita pendek, naskah teater, bermain drama. Hingga aku punya anak. Bening selalu menuntut minta dongeng. Sambil tiduran ia selalu menagih dongeng-dongeng baru. Apakah setiap anak suka didongengi? Mungkin begitu.

Kemudian aku membuat media dongeng. Aku membuat media bayangan. Alatnya kain putih dan senter, tokoh-tokoh dongeng tersorot oleh senter dan terpantul di kain putih. Tampak magis karena bisa besar dan bisa kecil. Setelah beberapa kali aku praktikkan di rumah aku ingin dongeng ini aku praktikkan di depan khalayak yang lebih banyak. Maka dengan kemampuan seadanya aku bawa dongeng itu ke acara Kalijagan. Aku mendongeng berdirinya Masjid Agung Demak. Malam itu turun hujan lebat, wayangku yang terbuat dari kertas basah dan rusak. Dongeng tidak sampai selesai.

Ada teman dari Kudus yang menyaksikan dongeng itu. Mereka memintaku mendongeng di acara Sedulur Maiyah Kudus satu minggu berikutnya. Di Kudus dongeng itu berjalan lancar dan berhasil. Itu menurutku. Aku juga membawa dogeng dengan judul yang berbeda yaitu cerita tentang fabel; gajah dan semut ke PAUD Ken Amanah dan ternyata juga berhasil. Setelah di PAUD Ken Amanah sebenarnya aku mendapat undangan untuk mendongeng lagi tetapi aku tolak karena yang di PAUD Ken Amanah itu menurutku kurang berhasil. Mendongeng itu dilakukan pada siang hari, meskipun di dalam ruangan tetapi tetap saja banyangannya tidak optimal. Aku belum mendapatkan cara lain kalau dongeng terjadi pada siang hari dan menggunakan media bayangan.

Akhirnya pesan WA masuk dari Yani seorang teman dari Kudus. Ia memintaku untuk medongeng pada acara peringata malid Nabi. Kegiatan dilaksanakan pada pagi hari. Di dalam ruangan sih, tapi aku tidak mau mengambil resiko seperti sebelumnya. Aku tertarik untuk hadir karena dalam rangka maulid Nabi. Aku takut Allah dan Rosul tersinggung jika sampai aku menolaknya. Akhirnya aku rancang menggunakan media slide powerpoint.

Aku menyiapkan dongeng seperti aku menyaipkan pertunjukan teater. Itu karena aku punya pengalaman di sana. Aku membuat naskah dulu. Aku membaca buku Sejarah Nabi karyanya Husain Mu’nis dan Martin Lings. Dalam naskah itu aku bagi menjadi tiga tahapan, pertama perkenalan suasana ruang dan waktu, mengenalkan tokoh-tokoh, masuk ke masalah dan konflik, dan terakhir adalah penutup yang berisi penyelesaian dan khasnah yang dapat diambil. Karena untuk anak-anak maka narator disampaikan oleh tokoh kambing dan onta.

Aku segera membuat media. Tadinya mau digambar semua seluruh slide, tetapi ternyata waktunya tidak cukup. Dari 10 lide yang disiapkan hanya mampu digambar tiga. Akhirnya gambar yang lain mencari di internet.  Aku sempat latihan dua kali di depan istri dan anak-anak, menghitung waktu yang dihabiskan, dll.

Akhirnya pentas itu aku lakukan di depan siswa MI dari kelas satu hingga kelas 06, di depan para guru juga (10/11). Aku melihat respon mereka sangat baik. Di konflik yang aku prediksi akan seru justru tidak megitu menarik bagi mereka. Justru yang mendapat respon yang baik adalah dialog pengantar yang dilakukan oleh Domba dan Onta. Ternyata mendongeng itu asyik.

 

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.