BEBASKAN IMAJINASI ANAK-ANAK KITA

Musim penghujan di tahun 1990-an. Dukuh Cabean belum dialiri listrik. Menjelang magrib, anak-anak memasukkan ayam-ayam ke dalam kurungan, menyalakan lampu-lampu minyak. Ketika hari sempurna gelap, menyisakan sedikit merah menggaris langit bagian barat, adzan dikumandangkan dari toa masjid. Orang-orang berbondong-bondong ke masjid untuk melaksanakan salat berjamaah. Di dukuh Cabean rentang antara magrib dan isyak adalah waktunya mengaji, belajar membaca Alquran, menghafalkan bacaan salat, berjanjen dan do’a-do’a. Di kampung ada beberapa tempat mengaji dengan karateristik masing-masing. Salah satu tempat mengaji adalah di rumah Pak Darmin, seorang guru agama.

Anak-anak yang datang mengaji datang dari jarak rumah yang jauh, mereka melewati jalan yang becek dan gelap. Langkah mereka agar tidak terperosok pada lumpur diterangi oleh obor. Obor itu terbuat dari blarak. Blarak adalah daun kelapa yang sudah kering disatukan, diikat dan dibakar. Jika hujan tidak kunjung reda anak-anak yang mengaji itu tidur di rumah Pak Darmin. Baru pagi harinya mereka pulang. Mengaji teramat penting di kampung itu. Orangtua mewajibkan anaknya untuk bisa mengaji. Saat mereka khitan bagi yang laki-laki, mereka akan mengaji di hadapan khalayak. Anak ini sudah menginjak akhil balik. Ia telah dibekali ilmu agama yang cukup untuk mengarungi kehidupan yang lebih luas. Begitu pula dengan anak perempuan, saat mereka menikah, mereka juga mengaji di hadapan khalayak, ditemani sahabat-sahabat dekatnya. Ia kabarkan, ia sudah siap menjadi madrasah bagi anak-anaknya kelak.

Ada keasyikan saat mengaji itu, apalagi kalau bukan bermain. Pada saat mengaji itu, sebelum dan sesudah mengaji anak-anak berkumpul bermain permainan tradisional, seperti cublek-cublek suang, sodoran, tong buk, dan lain-lain. Hal ini hanya bisa dilakukan saat musim kemarau, lebih ramai kalau bulan purnama.

Pada bulan penghujan, tidak mungkin bermain di luar. Keasyikan memang berkurang, namun bukan berarti tidak ada keasyikan pengganti, karena pada saat ini Pak Darmin biasanya mendongeng. Dongeng biasanya dilakukan pada Senin malam atau pada saat-saat tertentu jika dibutuhkan. Cerita tentang nabi-nabi seperti kisah Nabi Yusuf, Nabi Sulaiman, Nabi Ibrahim. Kisah-kisah juga tentang Sunan Paku, Sunan Bonang, hingga Baru Klinting terceritakan dengan apik di sini. Pada kisah-kisah itu terkandung ilmu, akhlak, tauhid. Belajar dengan tidak disadari oleh murid.

Anak-anak antusias, setiap jadwal dongeng, anak-anak yang mengaji sekitar 30 orang, juga orang tua datang untuk menyimak, mengapa? Apa menariknya dongeng?

Bocah kecil bernama Kabul adalah salah satu anak yang menunggu dongeng itu. Sering kali Pak Darmin membuat penasaran, jika cerita sedang seru-serunya beliau akan bilang, “Bersambung pada minggu depan”

Dongeng dikisahkan pada rintik gerimis, bersama bunyi jangkrik, aliran sungai, angin yang membisikkan daun-daun bambu. Kisah-kisah itu hidup di kepala Kabul dan teman-temannya. Saat menyimak dongeng, pikiran Kabul mengembara ke zaman entah berantah. Kisah Lokajaya yang membegal Sunan Bonang tergambar nyata. Kisah itu terbawa hingga mereka dewasa. Dari kisah-kisah yang disampaikan oleh para guru ngaji inilah mungkin tempat zarah para wali tidak pernah sepi. Mereka hidup dalam alam pikir para salik, pencari Tuhan.

Itu terjadi puluhan tahun yang lalu, zaman listrik belum merata. Hanya beberapa orang yang punya TV, orang-orang mendengarkan sandiwara radio sambil memutari radio, pada zaman serba gampang ini, ada internet, youtube, apakah dongeng model Pak Darmin itu masih bisa dinikmati? Sekarang ini dongeng bertranformasi dalam bentuk digital menggunakan gambar-gambar animasi.

Namun ada alasan sebuah dongeng sebagaimana dikisahkan oleh Pak Darmin itu masih layak disampaikan tentu saja dengan syarat. Syaratnya pencermah, guru, atau pendongeng harus mampu bercerita secara naratif,  memiliki penjiwaan yang total pada tokoh-tokoh dongengnya. Kita latah dengan teknologi, sehingga yang manual dianggap buruk dan mesti ditinggalakan termasuk dengan model penyampaian ceramah. Berbicara di depan umum dengan segala variannya dianggap jadul. Dengan begitu kemampuan guru berbicara dengan durasi lama dan menarik tidak begitu diasah. Mendongeng atau bercerita adalah salah satu kemampuan kuno itu. Padahal dengan mendongeng interaksi dengan lawan bicara lebih dekat. Memang, teknologi menawarkan sesuatu yang lebih nyata tetapi mendongeng menawarkan imajinasi.

Kelebihan imajinasi adalah tanpa batas. Ketika seseorang menyimak dongeng maka ia bisa membayangkan tokoh pahlawan sebagaimana imajinasinya masing-masing. Setiap orang mungkin beda membayangkan sosok pahlawannya, justru itu kelebihannya. Ruang imajinasi itu sangat luas dan tidak terbatas. Penggamabaran yang dilakukan oleh animasi, film justru membatasi imajinasi. Pada media baru itu, imajinasi adalah imajinasi pembuatnya. Tapi sudahlah, semua memiliki kegunaan masing-masing, tidak ada yang lebih baik. Artinya dongeng masih diperlukan sebagai pengasah imajinasi. Anak-anak membutuhkan imajinasi itu. Ilmu pengetahuan lahir dari imajinasi yang diwujudkan. Jangan jadikan anak-anak kita takut berimajinasi.

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.