MENDONGENG DI RESTO

Tanggal 17 Januari 2020, perjalanan Sidang Para Menthok dilakukan. Karena ini yang pertama maka cukup grogi. Aku datang sehabis magrib. Di emperan food and drink, emperan adalah sebuah resto yang menyediakan kebutuhan makan dan minum, tempat tongkrong anak-anak muda di kecamatan Bonang Kabupaten Demak. Di kelola seorang pemusik bernama Danu. Pada malam hari itu berkumpul pemusik-pemusik di Demak, teman-teman Danu. Sebelum saya tampil menyampaikan dongeng didahului oleh lagu-lagu bernuansa gambus. Salah satu band yang tampil pada malam itu adalah Saake Band.

Pada malam itu pengunjung cukup rame, ada sekelompok pemuda dengan atribut santri lengkap dengan peci dan sarung mengobrol sambil makan dan minum. Di sisi yang lain, para pemudi bergaya gaul masa kini mengobrol dan memesan menu andalan di resto tersebut. Resto itu berjarak sekitar lima belas menit dari kota Demak, dari Kota Demak ambil saja ke arah pantai Moro Demak, sampai balai desa Bonangrejo Anda perlu memelankan kendaraan Anda karena lokasi resto sudah hampir sampai. Resto terletak di sebrang SD Bonangrejo.

Pada malam itu di resto juga ada pengunjung keluarga. Keluarga itu terdiri atas suami istri dan dua anaknya. Aku perhatikan dua anak ini lah yang paling antusias menyaksikan dongeng. Ya, dongeng memang berjodoh bagi anak-anak. Dan itu aku buktikan di lokasi-lokasi berikutnya, anak-anak selalu bergembira menyaksikan dongeng. Mereka begitu bahagia saat melihat bayangan-bayangan menthok, kucing, ditata. Apakah orang dewasa tidak suka dongeng? Menurut pengalamanku mendongeng, orang dewasa suka dongeng saat kondisinya khusus, maksudnya mereka datang memang untuk menyaksikan dongeng, panggung digelapkan dll.

Malam itu aku tidak menggunakan alat sebagaimana biasanya, geber yang biasa aku gunakan untuk bayangan aku singkirkan dan tidak aku pakai. Aku merasa pada malam hari itu harus lebih interaktif dengan penonton. Aku butuh respon mereka. Aku butuh melihat ekspresi wajah mereka. Alasan lain adalah aku tidak menciptakan bayangan secara optimal. Malam itu aku membawa senter agar wayang-wayangku membentuk bayangan, namun sayang senter itu cahayanya tidak terlalu kuat. Ada cara yang lain agar bayangan itu masih bisa terlihat yaitu dengan mematikan seluruh lampu di dalam ruangan. Tetapi itu tidak mungkin kami lakukan karena banyak orang makan di sana. Tidak baik menganggu orang makan.

Akhirnya dongeng aku lakukan. Kali ini aku kolaborasi dengan temanku, Mas Rifai namanya. Dia dulu juga anak teater. Aku ajak dia kolaborasi karena setahuku responnya cepat sehingga harapanku pertunjukan akan lebih gayeng. Cukup nekat karena kami belum sempat latihan sebelumnya, namun dia pernah melihat latihanku sekali. Saya menganggap itu cukup. Jadilah kami pentas malam itu dan tidak buruk-buruk amat untuk penampilan pertama. Sebuah penampilan yang sangat berarti bagi penampilan-penampilan berikutnya. Aku tahu kelemahan yang harus segera diatasi sehingga penampilan berikutnya akan lebih baik.

 

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.