Mendongeng di SD Terpadu An Nismah Pati

Pagi itu hari Sabtu, 14 Maret 2020, saya Danu, Fatul, dan Ipnu berangkat ke Margoyoso Pati, tepatnya di SD Terpadu Al Ismah untuk mementaskan dongeng yang berjudul “Ketika Katak di Luar Tempurung”. Kami berangkat pukul 07.00 dari Demak. Pementasan ini sudah kami persiapkan cukup lama, mulai dari mencari referensi, menulis naskah, membuat karakter tokoh yang dikerjakan oleh Bunda Rini, dan mengisi musik yang dilakukan oleh Danu dan Fatul. Proses latihan juga kami lakukan berkali-kali. Sedangkan Ipnu menyiapkan lampu, kabel, dan segala hal terkait dengan peralatan.

Aku memperkirakan sesaui latihan pementasan ini akan berlangsung satu jam lebih. Durasi pementasan satu jam dan ditambah permainan yang kami persiapkan kira-kira tigapuluh menit. Sampailah kami di gedung SD Terpadu An Nismah yang mewah. Bangunannya besar dan indah. Arsitekturnya bergaya modern dan tentu saja ramah anak. Aku mendengar, SD ini akan dikembangkan seperti sekolah di Finlandia. Para guru telah diberangkatkan di Finlandia untuk melihat langsung proses pembelajaran di sana.

Begitu aku masuk ke komplek sekolah maka aku mendapati suasana itu. Sekolah-sekolah di Finlandia sebagai mana yang pernah aku baca adalah menitikberatkan pada kebahagiaan pada guru dan anak. Kebahagian menjadi penting karena murid dan juga guru yang bahagia akan menghasilkan sesuatu yang optimal. Di Finlandia didorong agar anak banyak bergerak, karena kurang bergerak bisa menjadi penyakit. Atas pertimbangan itulah kurikulum disusun. Atas semangat itu pula kami tim dongeng menyusun naskah. Pesan-pesan untuk tidak menggunakan Hp berlebihan, sebuah kasus yang hampir menjadi masalah setiap keluarga pada hari-hari ini, menjadi pokok bahasan kami.

Di SD itu, selain dongeng ada lomba menggambar, dan pameran karya siswa SD. Lomba mengambar dan dongeng diperuntukkan kepada siswa-siswa TK yang berada di sekitar SD.

Sebagaimana biasa, kami memulai dongeng dengan sholawat. Beberapa anak maju untuk melantunkan sholawat. Sholawat Nariah adalah sholawat yang mereka pilih. Kami juga menyanyi beberapa lagu untuk menyamakan frekuensi. Sebelum dongeng dimulai, kami sempat bertanya kepada empat orang anak tentang cita-cita mereka. Tiga anak menjawab cita-citanya adalah polisi, dan satu anak bercita-cita menjadi pemadam kebakaran. Tidak ada masalah dengan cita-cita, toh mereka masih TK. Aku kira tugas sekolah untuk memberi gambaran agar cita-cita anak menjadi beragam dan tidak seragam. Dan SD Terpadu An Nismah saya lihat sadar akan hal itu dengan menyelenggarakan pameran karya siswa.

Pentas dimulai dengan tertib dan kondusif sebagaimana pentas yang aku lakukan di tempat lain, namun pementasan berjalan tiga puluh menit susana menjadi berubah. Anak-anak yang tadinya duduk manis mulai berdiri dan berjalan menuju di balik layar. Mereka tidak puas hanya melihat bayangan. Mereka penasaran ingin melihat bahkan menyentuh wayang-wayang itu. Untung cerita tersampaikan sampai selesai. Aku jadi ingat sebuah pelajaran dari Finlandia, belajar itu bergerak, porsi bergerak dan berdiri harus lebih banyak dari pada duduk. Pada banyak kesempatan aku sering mengubah alur pentas sesuai dengan kondisi dan suasana. Permainan yang aku siapkan sepertinya tidak cocok untuk mereka. Masih terlalu kecil, maka segalanya aku ubah.

Sebagaimana pesan yang disampaikan dalam dongeng ini adalah, kita bisa belajar kepada setiap kejadian, maka aku juga belajar dari peristiwa pentas pagi itu. Pertama, untuk anak-anak durasinya tidak usah panjang-panjang. Maksimal tiga puluh menit. Kedua, harusnya media yang aku gunakan bukan media layar dan banyangan yang terdapat jarak. Harusnya aku langsung saja membaur dan menyentuh mereka.  Mungkin media dongeng puppet shadow theatre perlu dipikirikan ulang jika digunakan untuk anak usia dini, karena mereka penasaran dan ingin melihat di balik layar.

Tapi mengenalkan kepada mereka tentang bayangan tidak ada salahnya. Buktinya mereka tertarik, setelah pentas usai, mereka secara bergantian memainkan karakter-karakter itu dan terpukau dengan efek bayangan yang dihasilkan. Setiap perjumpaan harus melahirkan kegembiraan, dan kami melakukan itu di pagi yang redup itu. (Muhajir Arrosyid).

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.