MENTERTAWAKAN MANUSIA MENGHADAPI VIRUS

Berdasarkan pengamatan saya atas karya yang saya baca, sebagaimana karya seni yang lain, karya sastra adalah dunia penciptaan, dunia tiruan, sebuah upaya menyampaikan pesan, dan menampilkan keindahan. Sementara itu dulu, nanti jika saya menemukan hal lain, akan saya ungkap di sini. Karya fiksi itu adalah dunia penciptaan, tokoh-tokohnya baru dan tidak ada di dunia nyata, latarnya baru, konfliknya baru. Kebaruan dalam fiksi kadang meniru sepresisi mungkin dengan realita, terkadang gabungan dari realita-realita, terkadang pengembangan dari realita. Misalnya tokoh, ada yang secara fisik dan mental sebagaimana manusia biasa, tetapi ada juga yang seperti batman: manusia bersayap dan bisa terbang.

Kepada tokoh-tokoh berciri baru yang dihadirkan penulis fiksi ini saya membacanya dengan hati-hati dan berulang-ulang. Hal itu saya lakukan karena saya baru mengenalnya, belum tahu fisik, kejiwaan, sebab dia hadir, karakter, dan tentu saja motif. Saat Seno Gumira Ajidarma menampilkan “Simuladistopiakoronakra” (Kompas, 05/07/2020), saya menanyakan beberapa hal ini kepada cerpen tersebut: 1) Siapakah tokoh itu? 2) Bagaimabakah ciri-cirinya, 3) Apa motif atau tujuannya? 4. Apa pesan yang ingin disampaikan melalui cerpen ini.

Untuk mengatakan bebalnya manusia, Seno menciptakan tokoh Simuladistopiakoronakra. Manusia sudah tidak tahu caranya menyelamatkan dirinya sendiri. Mereka tidak sadar jika perbuatan mereka akan menyelakakan kelestarian mereka sendiri. Manusia tinggal di bumi tetapi merusaknya menjadi tempat yang tidak nyaman. “…segera tercium bau apak peradaban yang ambruk. Bau limbah kimia percobaan gagal yang setiap kali terhirup mendekatkan maut.”

“Apakah yang masih bisa diharapkan dari Bumi yang samudranya kering, sungainya berhenti, menyisakan slokan mampet yang airnya kehitam-hitaman?”

Manusia punah karena keserakahannya sendiri. Di situasi menjelang punah mereka tidak saling kerjasama untuk menyelamatkan diri, “Mereka yang masih hidup bergerak dengan sisa tenaga untuk mencuri, merebut, merampas entah makanan, entah pakaian….” Simula dibekali pedang katana untuk melindungi diri dari sifat serakah manusia “Meskipun kita paria dijagat raya, bagi makhluk bumi yang satu itu masih terlihat layak dirampok jua.”

Manusia tidak tahu caranya menghindari kepunahan, bahkan mungkin mereka tidak sadar jika kaum mereka di ambang kepunahan. Hal itu terlihat dari bagaimana mereka menhadapi virus. “Wabah itu tidak pernah menjadikan manusia menunda pertentangan mereka untuk menghadapi musuh bersama.” Bahkan makhluk planet lain enggan menerima manusia karena “……virus kebodohan yang mungkin kalian sebarkan.” Bagaimana manusia menghadapi berbagai Covid dari Covid 19 hingga Covid 44, makhluk sejagat raya yang tinggal di berbagai planet mencatat kepongahan, kebebalan manusia. Sebuah virus yang seharusnya sederhana tetapi berhubung dihadapi dengan kesombongan khas manusia maka menjadi hal besar yang mengancam kelestarian manusia.

Karena manusia sudah tidak mampu, tidak tahu, dan tidak sadar bahwa dirinya akan punah karena di otak manusia hanya ada nafsu memiliki maka hadirlah makhluk keturunan manusia yang tidak lagi tinggal di bumi untuk menyelamatkan bayi terakhir di muka bumi. Makhluk ini gabungan antara manusia dan ikan. Tubuhnya manusia, kepalanya ikan. Cerpen ini ditutup dengan sesuatu yang lucu. Setelah bertarung sengit untuk menyelamatkan bayi terakhir manusia, ia berhasil memberangkatkan bayi tersebut ke langit tetapi nyawanya sendiri tidak tertolong. Karena bayinya cuma satu maka dia berpikir, “kemanusiaan akan terpaksa dipertahankan dengan cara kloning.”

Begitulah Seno menemukan cara untuk mentertawakan manusia modern, yang merasa pintar tetapi kehilangan kebijaksanaan. Manusia merusak Bumi tempat tinggalnya sendiri, dan membunuh kaumnya sendiri demi mereguk semuanya jadi miliknya pribadi.

Ini merupakan salah satu cerpen tentang korona yang tidak melihat kasus ini dari dampaknya tetapi dari sebab, dari pangkal cara pikir.

0Shares
Dosen di Universitas PGRI Semarang. Penulis buku Soko Tatal dan kumpulan cerpen Di Atas Tumpukan Jerami. Penggiat di Simpul Gambang Syafaat Semarang dan Maiyah Kalijagan Demak.
Pos dibuat 134

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.